Saturday 9 May 2015

Bab Ilaa

Pengertian Ilaa’

Secara bahasa kata ilaa’ berarti melarang diri dengan menggunakan sumpah. Sedangkan menurut istilah terminologis, kata ilaa’ berarti sumpah untuk tidak mencampuri lagi isteri dalam waktu empat bulan dengan tidak menyebutkan jangka waktunya.

Bab Zhihar

Pengertian Zhihar

Secara lugwahi bahasa ‘kata zhihar berarti punggung. Sedangkan menurut istilah syar’i, kata zhihar berarti suatu ungkapan suami kepada isterinya, ”Bagiku kamu seperti punggung ibuku” dengan maksud dia hendak mengharamkan isterinya bagi dirinya.

Bab Talak

Pengertian Talak

Yang dimaksud dengan talak adalah pemutusan tali perkawinan. Talak merupakan sesuatu yang disyar’iatkan. Dan yang menjadi dasarnya adalah Al-Qur’an dan al-Hadits serta ijma’.

Hikmah Talak

Dari uraian bab-bab sebelumnya kita mengetahui beberapa perhatian Islam terhadap usrah muslimah (keluarga muslimah) dan keselamatanya serta terhadap damainya kehidupan di dalamnya dan kita juga melihat metode-metode terapi yang Islam syari’atkan untuk mengatasi segala perpecahan yang muncul di tengah usrah muslimah, baik disebabkan oleh salah satu suami isteri atau oleh keduanya.

Hanya saja, terkadang ’ilaj (terapi dan upaya penyelesaian) tidak bisa efektif lagi karena perpecahannya sudah parah dan persengketaanya sudah memuncak, sehingga pada saat itu mesti di tempuh ’ilaj yang lebih, yaitu talak.

Orang yang mencermati hukum-hukum yang terkandung dalam masalah talak akan kian kuat, menurutnya perhatian Islam terhadap institusi rumah tangga dan keinginan Islam demi kekalnya hubungan baik antara suami isteri. Karena itu, tatkala Islam membolehkan talak, ia tidak menjadikan kesempatan menjatuhkan talak hanya sekali yang kemudian hubugan kedua suami isteri terputus begitu saja selama-lamanya, tidak demikian, namun memberlakukannya sampai beberapa kali.

Allah SWT berfirman, ”Talak (yang dapat di rujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan  orang yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).

Apabila seorang laki-laki mentalak isterinya, talak pertama atau talak  kedua, maka ia tidak berhak baginya untuk mengusir isterinya dari rumahnya sebelum berakhir masa idahnya, bahkan sang isteri tidak boleh keluar dari rumah tanpa izin dari suaminya. Hal itu disebabkan Islam sangat menginginkan segera hilangnya amarah yang menyulut api perceraian. Kemudian Islam menganjurkan agar kehidupan harmonis rumah tangga, bisa segera pulih kembali seperti semula, dan inilah yang disebutkan Rabb kita dalam firman-Nya,

Hai Nabi jika kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau melakukan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barang kali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru.” (Ath-Thalaq: 1)

Yaitu barang kali pihak suami menyesal atas keputusan mentalak isterinya, dan Allah Ta’ala menjadikan di dalam kalbunya keinginan kuat untuk rujuk (kembali) kepadanya sehingga yang demikian lebih mudah dan lebih gampang untuk proses rujuk.



Klasifikasi Talak

1. Talak dilihat dari Segi Lafadz

Talak ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih (yang dinyatakan secara tegas) dan talak kinayah (dengan sindiran).

Talak sharih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika diharapkan, dan tidak mengandung kemungkinan makna yang lain. Misalnya, ”Engkau telah tertalak  dan dijatuhi talak. Dan semua kalimat yang berasal dari lafazh thalaq.

Dengan redaksi talak di atas, jatuhlah talak, baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat. Kesimpulan ini didasarkan pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda, ”Ada tiga hal  yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius (juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no:1826 dan Tirmidzi II:328 no:1195).

Talak kinayah, ialah redaksi talak yang mengandung arti talak dan lainnya. Misalnya ”Hendaklah engkau kembali kepada keluargamu”, dan semisalnya.

Dengan redaksi talak di atas maka tidak terjadi talak, kecuali diiringi dengan niat. Jadi apabila sang suami menyertai ucapan itu dengan niat talak maka jatuhlah talak; dan jika tidak maka tidak terjadi talak.

Dari Aisyah r.a. berkata, Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan Rasulullah saw. dan beliau (kemudian) mendekatinya, ia mengatakan, ”’Auudzubillahi minka (aku berlindung kepada Allah darimu). Maka kemudian beliau bersabda kepadanya, ”Sungguh engkau telah berlindung kepada Dzat  Yang Maha Agung, karena itu hendaklah engkau bergabung dengan keluargamu.” (Shahih: Shahih Nasa’i no:3199, Fathul Bari IX:356 no:5254, Nasa’i VI:150).

Dari Ka’ab bin Malik r.a., ketika ia dan dua rekannya tidak bicara  oleh Nabi saw, karena mereka tidak ikut bersama beliau pada waktu perang Tabuk, bahwa Rasulullah saw pernah mengirim utusan menemui Ka’ab (agar menyampaikan pesan Beliau kepadanya), ’Hendaklah engkau menjauhi isterimu!” Kemudian Ka’ab bertanya, ”Saya harus mentalaknya, ataukah apa yang harus aku lakukan?” Jawab Beliau, ”Sekedar menjauhinya, jangan sekali-kali engkau mendekatinya.” Kemudian Ka’ab berkata, kepada isterinya, ”Kembalilah engkau kepada keluargamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III: 113 no:4418, Muslim IV:1120 no:2769, ’Aunul Ma’bud VI:285 no:2187 dan Nasa’i VI:152).

2.  Talak Dilihat dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz

Redaksi talak adakalanya berbentuk Munajazah dan adakalanya berbentuk mu’allaqah.

Redaksi talak munajazah ialah pernyataan talak yang sejak dikeluarkannya pernyataan tersebut pengucap bermaksud untuk mentalak, sehingga ketika itu juga jatuhlah talak. Misalnya: ia berkata kepada isterinya : ’Engkau tertalak’.

Hukum talak munajazah ini terjadi sejak itu juga, ketika diucapkan oleh orang yang bersangkutan dan tepat sasarannya.

Adapun talak mu’allaq, yaitu seorang suami menjadikan jatuhnya talak bergantung pada syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ke tempat, maka engkau ditalak.

Hukum talak mu’allaq ini apabila dia bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika terpenuhinya syarat. Maka jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya.

Adapun manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq, adalah untuk menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu atau yang semisalnya, maka ucapan itu adalah sumpah. Jika apa yang dijadikan bahan sumpah itu tidak terjadi, maka sang suami tidak terkena kewajiban apa-apa, dan jika terjadi, maka ia wajib membayar kafarah sumpah.

3.  Talak Dilihat dari Segi Argumentasi

Ditilik dari sisi ini talak terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i

Adapun yang dimaksud talak sunni ialah seorang suami menceraikan isterinya yang sudah pernah dicampurinya sekali talak, pada saat isterinya sedang suci dari darah haidh yang mana pada saat tersebut ia belum mencampurinya.

Allah SWT berfirman, ”Talak yang dapat dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan do’a yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).

Hai Nabi apabila kamu akan menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya yang wajar.” (At-Thalaq:1).

Nabi saw menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut :

Ketika Ibnu Umar menjatuhkan talak pada isterinya yang sedang haidh, maka Umar bin Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw lalu beliau menjawab, ”Perintahkan anakmu supaya ruju’ (kembali) kepada isterinya itu kemudian teruskanlah pernikahan tersebut hingga ia suci dari haidh, lalu haidh kembali dan kemudian suci dari haidh yang kedua. Lalu jika berkehendak ia boleh menceraikannya sebelum ia diceraikan.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:482 no:5332, Muslim IOI:1093 no:1471, ’Aunul Ma’bud VI:227 no:2165 dan lafazh ini adalah riwayat Imam Abu Daud, dan Nasa’i VI:138).

Adapun talak bid’i ialah talak yang bertentangan dengan ketentuan syari’at. Misalnya seorang suami mentalak isterinya ketika ia dalam keadaan haidh, atau pada saat suci namun ia telah mencampurinya ketika itu atau menjatuhkan talak tiga kali ucap, atau dalam satu majlis. Contoh, : Engkau ditalak tiga atau engkau ditalak, engkau ditalak, engkau ditalak.

Hukum talak ini adalah haram, dan pelakunya berdosa. Jadi, jika seorang suami mentalak isterinya yang sedang haidh, maka tetap jatuh satu talaknya. Namun jika itu adalah talak raj’i, maka ia diperintahkan untuk rujuk kepada isterinya kemudian meneruskan perkawinannya hingga suci. Kemudian haidh lagi, lalu suci kedua kalinya. Dan kemudian kalau ia mau teruskanlah ikatan pernikahannya, dan jika ia menghendaki, ceraikanlah sebelum mencampurinya. Sebagaimana yang Nabi saw perintahkan kepada Ibnu Umar r.a..

Adapun dalil tentang jatuhnya talak bid’i ialah riwayat Imam Bukhari:

Dari Sa’id Jubir dari Ibnu Umar ra, ia berkata, ”Ia (isteriku) terhitung untukku satu talak.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:128 dan Fathul Bari IX no:5253).

Al-hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari IX:353 menulis sebagai berikut :

”Sesungguhnya Nabi saw. yang memerintahkan Ibnu Umar untuk rujuk kepada isterinya dan beliau pulalah yang membimbingnya mengenai apa yang hendak ia lakukan bila ia ingin mentalak isterinya setelah suci dari haidh yang kedua. Dan manakala Ibnu Umar menginformasikan, bahwa ia telah menjatuhkan talak satu pada isterinya itu maka kemungkinan, bahwa pihak yang menganggap jatuh talak satu dari Ibnu Umar itu, selain Nabi adalah kemungkinan yang amat sangat jauh, karena dalam  kisah ini banyak perintah isyarat yang menunjuka kepada, jatuhnya talak satu itu. Bagaimana mungkin bisea dikhayalkan bahwa Abdullah bin Umar dalam kasus ini mengerjakan sesuatu berdasar rasional semata, padahal di yang meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah marah atas perbuatannya itu?

Bagaimana mungkin ia tidak mengajak beliau musyawarah mengenai apa yang ia lakukan dalam kisah itu?”

Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Dalam Musnadnya, Ibnu Wahib meriwayatkan:

Dari Ibnu Abi Dzi’b bahwa Naf’i pernah menginformasikan kepadanya bahwa Ibnu Umar r.a. pernah mencerai isterinya yang sedang haidh. Kemudian Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, maka jawab Beliau, ”Perintahkanlah dia supaya ruju’ kepada isterinya, kemudian teruskanlah pernikahannya hingga isterinya suci.” Kemudian Ibnu Abi Dzi’b dalam hadits ini  meriwayatkan dari Nabi saw, Beliau bersabda, ”Itu talak satu.” Ibnu Abi Dzi’b meriwayatkan (lagi) dari Hanzhalah bin Abi Sufyan bahwa ia pernah mendengar Salim meriwayatkan dari bapaknya, dari Nabi saw tentang pernyataan itu.

Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Daruquthni meriwayatkan dari jalu Yazid bin Harun dari Ibnu Abi Dzi’b dan Ibnu Abi Ishaq keduanya dari Naf’i:

Dari Ibnu Umar ra dari Nabi saw., Beliau saw. bersabda, ”Itu talak satu”  (sanadnya Shahih Irwa-ul Ghalil VII:134 dan Daruquthani IV:9 no:24).

Dan ini adalah (yang sudah jelas) dalam permasalahan yang  diperselisihkan, maka (bagi kita) untuk mengikuti nash ini.


Talak Tiga

 Adapun seorang suami yang mencerai isterinya dengan talak tiga dengan satu kalimat, atau dalam satu majelis, maka jatuh satu berdasar riwayat Imam Muslim:

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, ”Talak pada periode Rasulullah saw, Abu Bakar dan beberapa tahun pada masa khalifah Umar talak tiga, (sekaligus) jatuh satu. Kemudian Umar bin Khattab ra berkata, ”Sesungguhnya orang-orang benar terburu-buru dalam memutuskan urusan (thalak) ini, yang dahululnya mereka sangat hati-hati. Maka kalau kami berlakukan mereka, lalu diberlakukanlah hal itu atas mereka.” (Muslom II: 1099 no:1472).

Pendapat Umar ini adalah ijtihad dia sendiri yang tujuannya demi terwujudnya kemaslahatan menurut pandangannya, namun tidak boleh meninggalkan fatwa Rasulullah saw. dan yang menjadi pegangan para sahabat beliau pada masa Beliau dan pada masa khalifah Beliau. Selesai.

4. Talak Ditinjau dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk

Talak terbagi menjadi dua yaitu talak raj’i (suami berhak untuk rujuk) dan talak bain (tak ada lagi hak suami untuk rujuk kepada isterinya). Talak bain terbagi dua, yakni bainunah shughra dan bainunah kubra.

Talak raj’i adalah talak isteri yang sudah didukhul (dicampuri) tanpa menerima pengembalian mahar dari isteri dan sebagai talak pertama atau talak kedua.

Allah SWT befirman, ”Talak (yang dirujuki) dua klia. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).

Wanita yang dijatuhi talak raj’i suami berhak untuk rujuk dan dia berstatus sebagai isteri yang sah selama dalam masa iddah, dan bagi suami berhak untuk rujuk kepadanya pada waktu kapan saja selama dalam massa iddah dan tidak dipersyaratkan harus mendapat ridha dari pihak isteri dan tidak pula izin dari walinya. Allah SWT berfirman,

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya jika mereka beriman  kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti (berakhirnya masa iddah) itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228).

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 627 – 635.

Bab Khulu'

Pengertian Khulu’

Menurut bahasa, kata khulu’ berasal dari khala’ ats-tsauba idzaa azzalaba yang artinya melepaskan pakaian; karena isteri adalah pakaian suami dan suami adalah pakaian isteri. Allah SWT berfirman, ”Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun pakaian bagi mereka.” (Al-Baqarah:187).

Bab Iddah

Pengertian Iddah

Menurut bahasa, kata iddah berasal dari kata ’adad (bilangan dan ihshaak (perhitungan), seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan masa haidh atau masa suci.

Menurut istilah, kata iddah ialah sebutan/nama bagi suatu masa di mana seorang wanita menanti/menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.

Tuesday 5 May 2015

Golongan-golongan Orang Dalam Puasa

Segala puji bagi Allah yang mengkokohkan bangunan dan ciptaan-Nya dengan hikmah. Dia telah menetapkan berbagai syari’at sebagai perwujudan rahmat, hikmah dan jalan yang harus ditempuh. Dia memerintahkan kita untuk mentaati-Nya bukan karena Dia membutuhkan ketaatan kita, namun karena kita sendirilah yang membutuhkan ketaatan tersebut. Dialah yang mengampuni dosa-dosa orang yang mendekati-Nya dengan bertaubat, serta melipatgandakan pahala dan pemberian bagi orang-orang yang berbuat baik.

Saudara-saudaraku, pada kesempatan ini akan kami paparkan golongan-golongan orang yang berpuasa serta hukum puasa bagi mereka. Adapun orang-orang yang berpuasa, mereka terbagi menjadi sepuluh kelompok :

Muslim yang baligh, berakal, bermukim, mampu dan tidak berhalangan.

Seputar Hukum Shalat Malam Pada Bulan Ramadhan

Salah satu bentuk shalat malam adalah Witir. Jumlah minimalnya adalah satu rakaat dan jumlah maksimalnya sebelas rakaat. Witir bisa dilakukan dengan satu rakaat secara terpisah, berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam :

“Barangsiapa yang ingin shalat Witir dengan satu rakaat, maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa`i)

Macam-macam cara pelaksanaan shalat Witir :

Shalat Witir bisa dikerjakan tiga rakaat denga satu salam berdasarkan riwayat ath-Thahawi, dari ‘Umar bin al-Khattab Radhiallahu ‘anhu, bahwasannya ia Witir dengan tiga rakaat dan tidak melakukan salam, kecuali pada akhir rakaat ketiga.

Thursday 23 April 2015

Beberapa Macam Dam Dalam Ibadah Haji

a. Dam haji tamattu’ dan haji qiran, yaitu dam yang wajib dibayar oleh orang yang mengerjakan umrah sebelum haji (dalam bulan-bulan haji) atau yang membaca talbiyah untuk haji dan umrah sekaligus. Hal ini didasarkan pada firman Allah, yang artinya, ”Maka barangsiapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan-bulan haji), (wajiblah ia menyembelih binatang hadyu) yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang hadyu atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) bila kamu telah pulang kembali." (Al-Baqarah:106).

Syarat Dan Kaidah Berdakwah kepada Aqidah Salafush Shalih Ahlus Sunnah Wal Jama

Syarat Dan Kaidah Berdakwah kepada Aqidah Salafush Shalih Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Ketahuilah wahai saudaraku seiman, bahwa dakwah kepada aqidah Salafush Shalih tidak akan teralisasi kecuali dengan tiga syarat :

Pertama : Aqidah yang benar

Wasiat dan Pernyataan Para Imam Ahlus Sunnah Tentang Berittiba

1.Muadz bin Jabal ra berkata, “Wahai manusia, raihlah ilmu sebelum ilmu tersebut diangkat! Ingatlah bahwa diangkatnya ilmu itu dengan wafatnya ahli ilmu. Hati-hatilah kamu terhadap bid’ah tanaththu’ (melampaui batas). Berpegang teguhlah pada urusan kamu yang terdahulu (berpegang teguhlah pada al-Qur’an dan as-Sunnah).” (Al-Bida’wan Nahyu ‘Anha oleh Ibnu Wadhdhah no.65)

2.Hudzaifah bin al-Yaman ra berkata, “Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Sahabat Rasulullah saw sebagai ibadah, maka janganlah kamu lakukan! Karena generasi pertama itu tidak memberikan kesempatan kepada generasi berikutnya untuk berpendapat (dalam masalah agama). Bertakwalah kepada Allah wahai para qurra’ (ahlul qira’ah) dan ambillah jalan orang-orang sebelum kami!” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya al-Ibaanah)

Manhaj Ahlus Sunnah Dalam Bersikap dan Berakhlak

Termasuk dari prinsip ‘aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah:

Bahwa mereka memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar (amar ma’ruf wa nahi munkar). (Ada beberapa syarat dalam merubah kemunkaran, di antaranya:
1. Orang yang melarang dari perbuatan kemungkaran harus mengetahui terhadap apa yang dicegahnya.
2. Agar meneliti lebih lanjut (agar pasti) bahwa perbuatan ma’ruf telah ditinggalkan sedang kemungkaran dipraktekkan.
3. Tidak merubah kemungkaran dengan kemungkaran lain.
4. Hendaknya jangan menyebabkan berubahnya kemungkaran yang kecil kepada kemungkaran yang lebih besar).Mereka percaya bahwa kebaikan ummat ini akan senantiasa tetap ada dengan ciri khas ini (amar ma’ruf dan nahi munkar), bahkan ciri khas ini merupakan syi’ar Islam yang paling agung dan merupakan sebab terpeliharannya kesatuan dalam Islam. Amar ma’ruf adalah kewajiban sesuai dengan kondisi, dan kemaslahatan dipertimbangkan dalam hal itu. Allah Ta’ala berfirman, “Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepad ayang ma’ruf, dan mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah ….”(Ali Imran:110)

Wednesday 22 April 2015

MENCINTAI PARA SAHABAT NABI SAW

Termasuk dari prinsip ‘aqidah salafush shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah :

mencintai para Sahabat Rasulullah saw, menjaga kesucian hati dan lisannya terhadap mereka. Karena mereka itulah manusia yang paling sempurna keimanan dan kebaikannya serta paling besar ketaatan dan jihadnya. Allah telah memilih mereka untuk menjadi sahabat Nabi-Nya saw. Merekapun mendapatkan suatu keistimewaan yang tidak bisa didapatkan oleh siapapun setelah generasi mereka walaupun setinggi apapun derajatnya; yaitu kemuliaan karena melihat Nabi saw dan bergaul dengannya.

Wajib Taat Kepada Pimpinan Kaum Muslimin Dalam Kebaikan

Termasuk dari prinsip ‘qiqah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah:

Mereka berpendapat bahwa wajib taat kepada pimpinan Muslimin selama mereka tidak menyuruh kepada kemaksiatan. Jika mereka menyuruh kepada kemaksiatan, maka tidak boleh taat kepada mereka dan ketaatannya hanya berlaku dalam masalah kebaikan bukan kemaksiatan. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan ulil amri di antara kamu : Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dna lebih baik akibatnya.” (An-Nisa’ : 59)

Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dalam Menerima Dan Mengambil Dalil

Termasuk dari prinsip ‘Aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah :

Dalam manhaj talaqqi (menerima) dan istidlal (mengambil dalil) yaitu ittiba’ (mengikuti) apa yang datang dari Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya saw yang shahih baik secara zhahir maupun bathin, serta taslim (berserah diri) kepada Sunnah Nabi saw. Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka piluhan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhla dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al-Ahzaab : 36)

Membenarkan Karamah Para Wali

Termasuk dari prinsip ‘aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah :

Membenarkan karamah para wali, yaitu sesuatu yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada sebagian orang shalih berupa kejadian luar biasa sebagai penghargaan bagi mereka. Seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. (Karamah adalah perkara yang luar biasa yang tidak diiringi dengan pengakuan kenabian dan bukan juga sebagai muqaddimahnya. Allah menampakkannya atas sebagian hamba-Nya yang shalih dari golongan orang yang berpegang teguh dengan hukum syari’at Islam sebagai bentuk kemuliaan bagi mereka dari Allah Ta’ala.

Sunday 19 April 2015

Beriman Kepada Nash-Nash Wa’ad (Janji) dan Wa’iid (Ancaman)

Termasuk dari prinsip-prinsip aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Beriman kepada nash-nash wa’ad(janji) (Al-Wa’du, yaitu nas-nash (al-Qur’an dan as-Sunnah) yang mengandung janji Allah kepada orang yang taat dengan ganjaran yang baik, pahala dan Surga) dan wa’iid(ancaman) (Al-Wa’id, yaitu nash-nash yang terdapat padanya ancaman bagi orang-orang yang berbuat maksiyat dengan adzab dan siksaan yang pedih). Ahlus Sunnah mengimaninya dan memberlakukannya sebagaimana datangnya, tidak menakwilkan (menyelewengkan) dan menetapkan nash-nash wa’ad dan wa’iid sebagaimana adanya. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-nya. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An-Nisaa’: 48 dan 116)

Pandangan Dan Sikap Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Termasuk prinsip ‘aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunnah wal Jama’ah:

Bahwa mereka tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin apabila berbuat dosa yang dapat menjadikan kafir kecuali setelah iqamatul hujjah (menegakkan hujjah atau argumentasi) terhadapnya, sehingga orang itu menjadi kafir apabila mengabaikannya, dengan memenuhi berbagai persyaratan, dan tidak ada halangan dan hilangnya syubhat (keraguan) dari orang yang jahil maupun orang yang menakwilkannya. Sebagaimana dimaklumi bahwa yang demikian itu terjadi dalam perkara-perkara rumit lagi tersembunyi yang memerlukan penelitian dan penjelasan; lain halnya dengan perkara-perkara yang jelas dan nyata, seperti: mengingkari wujudnya Allah, mendustakan Rasulullah SAW meningkari risalahnya yang universal dan kedudukan beliau sebagai penutup para Nabi.

Pengertian Iman Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Termasuk prinsip ‘aqidah Salafush Shalih, Ahlus Sunaah wal Jamaah:

Bahwa iman menurut mereka adalah, “Membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan , diperbuat dengan anggota badan, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.”

Friday 17 April 2015

Rukun Iman Keenam: Iman Kepada Takdir


Ahlus Sunnah wal Jama’ah berkeyakinan dengan pasta bahwa segala sesuatu yang baik ataupun buruk, terjadi dengan takdir dan ketentuan Allah. Allah Mahaberbuat ada yang Dia kehendaki. Segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya. Dia mengetahui segala suatu yang terjadi atas kehendak-Nya dan tidak akan keluar dari kehendak dan kekuasaan-Nya. Dia mengetahui segala suatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi sebelum hal tersebut terjadi dalam (ilmu-Nya) yang azali. Dia mentakdirkan segala ketentuan untuk alam semesta ini seseuai dengan ilmu dan hikmah-Nya Allah mengetahui keadaan manusia. Rizki, ajal, amal perbuatan dan segala perkara mereka. Maka segala yang terjadi adalah dibawah pengetahuan, kekuasaan dan kehendak Allah.

Rukun Iman Kelima:Iman Kepada Hari Akhir


Ahlus Sunnah wal Jama’ah berkeyakinan dan beriman kepada hari akhir, dengan keyakinan yang kuat dan tashdiq (pembenaran) yang sempurna dengan hari Kiamat, beriman kepada apa yang Allah SWT kabarkan tentang hal itu dalam kitab-Nya dan apa yang dikabarkan Rasulullah SAW tentang segala hal yang akan terjadi setelah mati, sehingga penghuni Surga masuk Surga dan penguhi Neraka masuk Neraka.

Rukun Iman Keempat: Iman Kepada Para Rasul-Nya.


Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani dan beri’tiqad dengan i’tiqad yang bulat bahwa Allah SWT telah mengutus para Rasul-Nya kepada para hamba-Nya sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, dan sebagai penyeru kepada agama yang haq, untuk menunjukkan manusia dan mengeluarkan mereka dari gelap-gulita kepada cahaya yang terang benderang.

Dakwah mereka adalah sebagai penyelamat bagi seluruh ummat manusia dari kesyirikan dan penyembahan berhala; dan sebagai pembersih bagi semua lapisan masyarakat dari kerusakan.

Rukun Iman Ketiga:Iman Kepada Kitab-Kitab-Nya


Ahlus Sunnah wal Jamaah mengimani dan beri’tiqad dengan i’tiqad yang bulat bahwa Allah SWT menurunkan kepada para Rasul-Nya Kitab-kitab-Nya; yang isinya perintah, larangan, janji, ancaman dan apa-apa yang dikehendaki Allah dari makhluk-Nya serta dalam Kitab-kitab tersebut terdapat hidayah dan cahaya. Allah Ta’ala berfirman, “Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya.” (Al Baqarah: 285).

Rukun Iman Kedua:Iman Kepada Malaikat


Beriman kepada para malaikat yaitu mengimani keberadaannya dengan keimanan yang teguh lagi kokoh tidak tergoyahkan oleh keraguan ataupun kebimbangan. Allah Ta’ala berfirman, “Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya.” (Al Baqarah: 285).

Barangsiapa mengingkari wujud malaikat, maka ia telah kafir. Berdasarkan Firman Allah Ta’ala, “Barangsiapa yang kafir kepada Allah, Malaikat malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisaa’: 136).

Wednesday 15 April 2015

Prinsip Pertama: Iman Dan Rukunnya

Aqidah salafush shalih -ahlus sunnah wal jamaah dalam prinsip-prinsip keimanan terangkum dalam iman dan tashdiq(pembenaran) terhadap rukun iman yang enam sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits Jibril, tatkala datang untuk menanyakan tentang iman kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Hendaknya engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari Akhir dan (hendaknya) pula engkau beriman dengan qadar baik maupun buruk.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam Kitaabul Imaan). (HR. Muslim no. 8, Ahmad (VIII/27,51-52), Abu Dawud no. 4695, at-Tirmidzi no. 2610, an-Nasa-i (VIII/97) dan Ibnu Majah no. 63 serta yang lainnya.

Monday 13 April 2015

Definisi Aqidah

Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :

Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).

"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja …" (Al-Maa-idah : 89).

Definisi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Pengertian as-Sunnah Secara Bahasa (Etimologi)

As-Sunnah secara bahasa berasal dari kata: “sanna yasinnu”, dan “yasunnu sannan”, dan “masnuun” yaitu yang disunnahkan. Sedang “sanna amr” artinya menerangkan (menjelaskan) perkara.

As-Sunnah juga mempunyai arti “at-Thariqah” (jalan/metode/pandangan hidup) dan “as-Sirah” (perilaku) yang terpuji dan tercela. Seperti sabda Rasulullah SAW,

“Sungguh kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). (HR. Al-Bukhari no 3456, 7320 dan Muslim no. 2669 dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri).

Ciri Khas Ahlus Sunnah Wal Jama

Mengapa Aqidah Salafush Shalih lebih Utama Untuk Diikuti?

Aqidah yang benar adalah pondasi agama ini. Segala sesatu yang dibangun di atas selain pondasi ini maka pada akhirnya akan hancur dan runtuh. Dari sini, kita dapat melihat perhatian Nabi SAW dengan meletakkan dan memantapkan aqidah yang benar ini dalam hari para sahabatnya sepanjang hayatnya. Yang demikian itu semata-mata bertujuan untuk membangun generasi yang handal diatas pilar yang kuat dan dasar yang kokoh.

Definisi Salaf

Pengertian Salaf Secara Bahasa (Etimologi):

Yaitu, apa yang telah berlalu dan mendahului, seperti ungkapan: “Salafa asy-syai-u”, “Salafan” artinnya “madha” (telah berlalu). Dan “Salaf” artinya sekelompok pendahulu atau suatu kaum yang mendahului dalam perjalanan.

Allah Ta’ala berfirman, “Maka tatkala mereka membuat Kami murka, kami menghukum mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi orang-orang yang kemudian.” (Az-Zukhruuf: 55-56).

Beriman kepada Kewajiban Taat kepada Pemimpin Kaum Muslimin

Orang Muslim juga beriman kepada kewajiban taat kepada para pemimpin kaum Muslimin, hormat pada mereka, berjihad bersama mereka, shalat di belakang mereka, dan haram membelot dari mereka. Oleh karena itu, terhadap mereka, orang Mukmin memberlakukan etika khusus.

Terhadap pemimpin kaum Muslimin, maka seorang Muslim:

Beriman kepada Kewajiban Menghormati Imam-Imam Islam

Orang Muslim juga beriman kepada kewajiban hormat kepada imam-imam Islam, sopan dan santun terhadap mereka. Mereka adalah menara-menara petunjuk, seperti para qari', fuqaha', ahli hadits, dan para ahli tafsir dari generasi tabi'in, dan generasi pengikut tabi'in Rahimahumullah.

Terhadap imam-imam Islam yaitu para qari', pakar hadits, dan pakar tafsir, maka orang Muslim:

Saturday 11 April 2015

Beriman kepada Kewajiban Mencintai Sahabat-Sahabat Rasulullah

Orang Muslim beriman kepada kewajiban mencintai sahabat-sahabat Rasullullah saw., keluarga beliau, keutamaan mereka atas kaum Mukminin dan kaum Muslimin yang lain, dan bahwa ketinggian derajat mereka ditentukan oleh siapa di antara mereka yang paling dahulu masuk Islam.

Sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang paling utama ialah para khulafaur rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Kemudian disusul sepuluh orang yang dijamin masuk surga, yaitu keempat khulafaur rasyidin, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Al-Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Sa'id bin Zaid, Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrah, Abdurrahman bin Auf. Disusul para sahabat yang ikut perang Badar, kemudian disusul orang-orang yang dijamin masuk surga selain sepuluh orang di atas, misalnya Fathimah Az-Zahra', Hasan bin Ali, Husain bin Ali, Tsabit bin Qais, Bilal bin Rabah, dan lain sebagainya. Kemudian disusul para sahabat yang ikut menghadiri Baiat Ar-Ridwan yang berjumlah seribu empat ratus sahabat Radhiyallahu Anhum.

Beriman kepada Kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Kode Etiknya

Orang muslim beriman kepada kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar bagi semua orang Muslim yang mukallaf, mampu, mengetahui ma'ruf (kebaikan), melihat ma'ruf tersebut ditinggalkan manusia, atau mengetahui mungkar, melihat mungkar tersebut dikerjakan manusia, mampu memberikan perintah, dan mampu melakukan perubahan dengan tangannya, atau lisannya.

Amar ma'ruf nahi mungkar adalah kewajiban agama terbesar seteah kewajiban iman kepada Allah Ta'ala. Sebab, Allah Ta'ala menyebutkannya dalam Al-Qur'an bersanding dengan iman kepada-Nya. Allah Ta'ala berfirman, "Kalian umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah." (Ali Imran: 110).

Friday 10 April 2015

Wali-Wali Syetan Beserta Kesesatan-Kesesatan Mereka

Orang Muslim beriman, bahwa syetan mempuyai wali-wali dari kalangan manusia. Syetan berkuasa atas mereka, kemudain membuat mereka lupa dzikir kepada Allah Ta'ala, membujuk mereka kepada keburukan, dan menyodorkan kebatilan kepada mereka, menulikan mereka dari mendengar kebenaran, dan membutakan mereka dari melihat bukti-bukti kebenaran.

Mereka tunduk kepada syetan, dan taat kepada perintah-perintanya. Syetan merayu mereka dengan keburukan, dan menjerumuskan mereka ke dalam kerusakan dengan tazyin (menghias sesuatu sehingga terlihat sebaliknya), hingga ia kenalkan kemungkinan kepada mereka, dan mereka pun mengenalnya. Syetan membuat menghias kebaikan sebagai kemungkaran kepada mereka, dan mereka memungkiri kebaikan tersebut. Mereka adalah musuh-musuh wali-wali Allah Ta'ala dan perang selalu meledak di antara kedua kelompok.

Wali-Wali Allah Beserta Karamah-Karamah Mereka

Orang Muslim beriman bahwa Allah Ta'ala mempunyai wali-wali dari hamba-hamba-Nya yang Dia pilih untuk beribadah kepada-Nya, menjadikan mereka taat kepada-Nya, memuliakan mereka dengan memberikan cinta-Nya kepada mereka, dan memberikan karamah-karamah-Nya kepada mereka.

Allah Ta'ala adalah wali mereka yang mencintai dan mendekatkan mereka. Sedang, mereka adalah wali-wali Allah Ta'ala yang mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, memerintah dengan perintah-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, melarang dengan larangan-Nya, mencintai dengan cinta-Nya, dan marah dengan kemarahan-Nya.

Thursday 9 April 2015

Al Wasilah (Perantaraan)

Orang Muslim beriman bahwa Allah Ta'ala menyukai amal perbuatan yang paling shalih, dan paling baik. Dia mencintai hamba-hamba-Nya yang shalilh dan menyuruh mereka mendekat kepada-Nya, mencari kecintaan kepada-Nya, dan mencari perantaraan kepada-Nya.

Oleh karena itu, orang Muslim bertaqarrub (mendekat) kepada Allah Ta'ala dengan amal perbuatan yang shalih, dan perkataan-perkatan yang baik. Ia meminta kepada Allah Ta'ala dan mendekat kepada-Nya dengan Asmaul Husna-Nya, sifat-sifat-Nya yang maha tinggi, beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya, mencintai-Nya dan mencintai Rasul-Nya, mencintai orang-orang shalih, dan mencintai seluruh kaum mukminin. Ia mendekat kepada Allah Ta'ala dengan ibadah-ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan ibadah-ibadah sunnah. Ia juga mendekat kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal haram, dan menjauhi larangan-larangan.

Tauhid Ibadah

Orang Muslim beriman kepada ketuhanan Allah Ta'ala bagi manusia sejak pertama hingga generasi terakhir, kerububiyahan-Nya terhadap alam semesta, bahwa tidak ada pengaturan dunia selain Dia, dan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia.

Oleh karena itu, ia memperuntukkan bagi Allah ibadah-ibadah yang disyariatkan-Nya kepadanya, dan tidak memalingkannya sedikit pun kepada selain Allah. Jika ia minta pertolongan, ia meminta pertolongan kepada Allah. Jika ia bernadzar, ia tidak bernadzar untuk selain Allah. Untuk Allah-lah semua amal perbuatan batinnya, seperti takut, berharap, taubat, cinta, pengagungan, tawakkal, dan amal perbuatan lahiriyahnya seperti shalat, zakat, haji, dan jihad. Itu semua karena dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil akal seperti berikut.

Tuesday 7 April 2015

Beriman kepada Qadha’ dan Qadar

Qadha' adalah keputusan Allah Ta'ala sejak zaman azali tentang ada dan tidaknya sesuatu. Sedang, takdir adalah penciptaan Allah Ta'ala terhadap sesuatu dengan cara tertentu dan di waktu tertentu.

Orang Muslim beriman kepada qadha' dan takdir Allah Ta'ala, hikmah-Nya, dan kehendak-Nya. Dia yakin bahwa tidak ada satu pun perbuatan sukarela manusia tanpa pengetahuan Allah Ta'ala dan takdir-Nya, Mahabijaksana dalam semua pengaturan-Nya dan tindakan-Nya, bahwa hikmah-Nya itu mengikuti kehendak-Nya. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak Dia kehendaki mustahil terjadi dan bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Ta'ala. Orang Muslim meyakini itu semua karena dalil-dalil wahyu, dan dalil-dalil akal.

Beriman kepada Siksa Kubur dan Kenikmatannya

Orang Muslim meyakini bahwa alam kubur, siksa di dalamnya, dan pertanyaan dua malaikat adalah benar. Berdasarkan dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil akal seperti berikut ini.

Dalil-Dalil Wahyu

Penjelasan Allah Ta'ala tentang hal tersebut dalam firman-firman-Nya.

Beriman kepada Hari Akhir

Orang Muslim menyakini dunia ini mempunyai saat terakhir di mana ia berhenti padanya. Kemudian datang kehidupan kedua, yang tidak mempunyai penghabisan, yaitu hari lain di negeri akhirat. Pada hari tersebut, Allah Ta’ala membangkitkan semua makhluk, mengumpulkan mereka semua kepada-Nya untuk dihisab orang-orang baik dibalas dengan kenikmatan abadi di surga, dan orang jahat dibalas dengan siksa yang menghinakan di neraka.

Sunday 5 April 2015

Beriman kepada Risalah Muhammad SAW

Orang Muslim beriman bahwa Nabi yang ummi (buta huruf) Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib Al-Hasyimi Al-Qurasyi Al-Arabi yang berasal dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim kekasih Allah, adalah hamba Allah Ta’ala dan Rasul-Nya yang diutus kepada seluruh manusia. Kenabiannya menutup seluruh kenabian, dan risalahnya menutup semua risalah. Tidak ada nabi dan rasul sesudah beliau.

Beriman kepada Rasul-Rasul

Orang Muslim beriman bahwa Allah SWT telah memilih di antara manusia sebagai rasul-rasul, mewahyukan syari'at-Nya kepada mereka, menyuruh mereka menyampaikannya sebagai hujjah bagi-Nya pada hari kiamat, mengutus mereka dengan keterangan-keterangan, mendukung mereka dengan mukjizat-mukjizat, dimulai dari Nabi Nuh a.s. dan ditutup dengan Nabi Muhammad saw.

Beriman kepada Al-Qur’an Al-Karim

Orang Muslim beriman bahwa Al-Qur'an Al-Karim adalah firman Allah Ta'ala yang diturunkan kepada manusia terbaik, nabi terbaik, dan rasul termulia, Muhammad saw., sebagaimana Allah Ta'ala menurunkan kitab-kitab yang lain kepada rasul-rasul sebelumnya. Orang muslim juga menyakini bahwa Al-Qur'an Al-Karim dengan hukum-hukumnya itu menghapus semua hukum-hukum pada kitab-kitab samawi terdahulu, sebagaimana risalah pembawanya (Rasulullah saw.) itu menghapus semua risalah terdahulu.

Saturday 4 April 2015

Beriman kepada Kitab-Kitab Allah Ta’ala

Orang Muslim beriman kepada semua Kitab yang pernah diturunkan Allah Ta'ala, dan semua Shuhuf yang diberikan Allah Ta'ala kepada sebagian rasul-Nya. Serta bahwa itu semua adalah firman-Nya yang diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya agar mereka menyampaikan Syari'at dan agama dari-Nya. Kitab terbesar ialah empat kitab: Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s., Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud a.s., dan Injil yang diturunkan kepada hamba Allah dan Rasul-Nya, Isa 'Alaihis Salam. Al-Qur'an adalah kitab teragung di antara keempat kitab tersebut, pengendali kitab-kitab tersebut, dan penghapus semua Syariat dan hukum-hukum kitab-kitab sebelumnya, berdasarkan dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil akal sebagai berikut.

Beriman kepada Para Malaikat

Orang Muslim beriman kepada malaikat-malaikat Allah Ta’ala. Bahwa mereka adalah makhluk-Nya yang paling mulia, hamba-hamba-Nya yang dimuliakan di antara hamba-hamba-Nya. Allah Ta’ala menciptakan mereka dari cahaya, sebagaimana Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar. Dan menciptakan jin dari nyala api yang tidak ada asap di dalamnya. Bahwa Allah Ta’ala memberikan tugas-tugas kepada para malaikat, kemudian mereka menjalankannya. Di antara mereka ada yang ditugaskan menjaga hamba-hamba-Nya, ada yang ditugaskan mencatat amal perbuatan manusia, ada yang ditugaskan menjaga surga dan kenikmatannya, ada yang ditugaskan menjaga neraka dan siksanya, ada yang ditugaskan bertasbih pada malam hari, dan ada yang ditugaskan bertasbih pada siang hari tanpa merasa lelah sedikitpun.

Friday 3 April 2015

Beriman kepada Nama-Nama Allah Ta’ala dan Sifat-Sifatnya

Orang Muslim beriman kepada asmaul husna (nama-nama baik), dan sifat-sifat agung yang dimiliki Allah Ta’ala. Ia tidak mempersekutukan Allah Ta’ala dengan lain-Nya, tidak menafsirkannya kemudian meniadakannya, dan tidak menyerupakannya dengan sifat-sifat manusia dengan cara menyerupakan Allah Ta’ala dengan manusia. Itu sesuatu yang mustahil. Orang

Beriman kepada Ketuhanan Allah

Orang Muslim beriman kepada ketuhanan Allah Ta’ala bagi seluruh manusia sejak manusia pertama hingga manusia terakhir. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Ta’ala. Itu semua berdasarkan dalil-dalil wahyu, dalil-dalil akal, dan sebelum itu semua adalah petunjuk Allah Ta’ala. Sebab, barang siapa diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala, ia mendapatkan petunjuk, dan barang siapa disesatkan Allah Ta’ala, ia tidak ada yang bisa memberinya petunjuk.

Thursday 2 April 2015

Beriman kepada Rububiyah Allah terhadap Segala Hal

Arti rububiyah ialah keberadaan Allah sebagai Pencipta segala sesuatu, dan Dialah yang mengaturnya. Orang Muslim beriman kepadaa rububiyah Allah terhadap segala sesuatu. Allah tidak mempunyai sekutu dalam rububiyah-Nya terhadap seluruh jagad raya. Ini semua karena petunjuk Allah Ta'ala, kemudian karena dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil akal seperti berikut.

Beriman kepada Allah Ta’ala

Orang Muslim beriman kepada Allah SWT dalam arti membenarkan eksistensi Allah bahwa Allah Pencipta langit dan bumi, bahwa Allah mengetahui alam gaib dan alam nyata, bahwa Allah Tuhan segala sesuatu sekaligus pemiliknya, bahwa Tidak ada Tuhan selain Dia, bahwa Allah Mahaagung dan Mahatinggi yang bersifatkan seluruh kesempurnaan, dan bersih dari semua kekurangan. Iman seperti ini semua adalah petunjuk Allah Ta'ala sebelum segala sesuatu. Karena, Allah Ta'ala berfirman, "Dan kita tidak mendapatkan petunjuk, jika Allah tidak memberi petunjuk kepada kita." Di samping itu, karena dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil akal sebagai berikut.

Blog Archive

Translate