Tuesday 5 May 2015

Seputar Hukum Shalat Malam Pada Bulan Ramadhan

Salah satu bentuk shalat malam adalah Witir. Jumlah minimalnya adalah satu rakaat dan jumlah maksimalnya sebelas rakaat. Witir bisa dilakukan dengan satu rakaat secara terpisah, berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam :

“Barangsiapa yang ingin shalat Witir dengan satu rakaat, maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa`i)

Macam-macam cara pelaksanaan shalat Witir :

Shalat Witir bisa dikerjakan tiga rakaat denga satu salam berdasarkan riwayat ath-Thahawi, dari ‘Umar bin al-Khattab Radhiallahu ‘anhu, bahwasannya ia Witir dengan tiga rakaat dan tidak melakukan salam, kecuali pada akhir rakaat ketiga.


Seseorang juga boleh melakukannya dengan dua kali salam jika ia mau. Awalnya adalah shalat dua rakaat, lalu salam, kemudian dilanjutkan dengan rakaat ketiga.

Dalilnya adalah riwayat al-Bukhari, dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiallahu ‘anhu, bahwa ia melakukan salam pada rakaat kedua, lalu dilanjutkan dengan salam pada rakaat ketiga. Bahkan, ia sempat menyuruh orang lain untuk mengerjakan sebagian keperluan beliau di antara kedua shalat tadi.

Shalat witir juga bisa dikerjakan dengan lima rakaat, yakni dikerjakan secara berturut-turut, tidak duduk (tasyahhud) dan tidak pula salam selain pada akhir rakaat kelima.
Dalilnya adalah sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam :

 “Barangsiapa yang ingin mengerjakan Witir dengan lima rakaat maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa`i)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha, ia berkata :

 “Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam melakukan shalat malam sejumlah tiga belas rakaat. Beliau melakukan Witir lima rakaat dan tidak duduk melainkan di akhir shalatnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Shalat Witir juga boleh dilakukan dengan tujuh rakaat. Pelaksanaanya seperti pelaksanaan shalat Witir lima rakaat.
Dalilnya adalah perkataan Ummu Salamah Radhiallahu ‘anha :

 “Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam shaalt Witir dengan tujuh dan lima rakaat. Beliau tidak memisahkan rakaat-rakaatnya denga salam atau pembicaraan.” (HR. Ahmad, an-Nasa`I dan Ibnu Majah)

Pelaksanaan Witir juga bisa dilakukan dengan Sembilan rakaat yang dilakukan secara berturut-turut (tidak terpisah dengan salam). Tidak ada duduk tasyahhud selain pada rakaat kedelapan; dilakukan tahiyyat awal, tasyahhud, berdo’a, lalu berdiri kembali tanpa salam untuk melanjutkan rakaat kesembilan. Pada rakaat kesembilan itulah dilakukan tasyahhud akhir, lalu diakhiri dengan salam. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha tentang Witir Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam ia berkata:

“Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam pernah melakukan Witir Sembilan rakaat,. Beliau tidak duduk (untuk melakukan tasyahhud) selain pada rakaat kedelapan. Pada saat itu, beliau berdzikir, bertahmid dan berdo’a kepada Allah, lalu bangkit kembali untuk melanjutkan rakakt kesembilan tanpa salam. Selain itu, beliau duduk (tasyahhud akhir), berdzikir, bertahmid dan berdo’a kepada Allah, kemudian beliau mengucapkan salam yang diperdengarkan kepada kami.” (HR. Ahmad dan Muslim)

 Pelaksanaanya shalat Witir dengan lima, tujuh, dan sembilan rakaat dilakukan ketika sedang shalat sendiri atau berjama’ah dengan jumlah terbatas yang memang mereka memilih hal tersebut. Adapun pada masjid-masjid umum, maka sebaiknya iman melakukan salam pada setiap dua rakaat, agar tidak memberatkan para makmum dan tidak membingungkan niat mereka, karena itulah yang lebih mudah bagi mereka.

Oleh sebab itu, belum pernah dinukil dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam bahwa beliau mengimami para Sahabat denga lima, tujuh, atau sembilan rakaat di dalam shalat Witir. Beliau mengerjakan yang demikian itu jika sedang shalat sendirian.

Shalat Tarawih         

Shalat malam juga bisa dilakukan sebanyak sebelas rakaat. Jika pelakunya menginginkan, maka ia boleh mengucapkan salam pada setiap dua rakaat dan berwitir dengan satu rakaat. Yang demikian berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha, beliau berkata :

“Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam mengerjakan (shalat malam) sebelas rakaat selepas shalat Isya’ hingga fajar. Beliau melakukan salam pada setiap dua rakaat dan berwitir denga satu rakaat.” (HR. al-Jama’ah, kecuali at-Tirmidzi)

Jika pelakunya menginginkan, maka ia juga boleh shalat empat rakaat, lalu empat rakaat lagi, kemudian Witir dengan tiga rakaat. Hal ini berdasrkan hadits ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha, ia berkata :

 “Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam (shalat malam) empat rakaat. Tidak perlu engkau tanyakan tentang bagus dan lamanya.[1] Selanjutnya, beliau malanjutkan denga empat rakaat. Tidak perlu engkau tanyakan tentang bagus dan lamanya. Kenudian, beliau shalat tiga rakaat (Witir).” (Muttafaq ‘alaih)

Shalafush Shalih berselisih pendapat tentang jumlah rakaat shalat Tarawih dan Witir. Ada yang berkata: “Empat puluh satu rakaat.” Ada lagi yang berkata: “Tiga puluh sembilan.” Ada juga yang berkata: “Dua puluh sembilan.” Ada yang berkata: “Dua puluh tiga.” Ada juga yang berkata: “Sembilan belas.” Ada yang berkata: “Tiga belas.” Ada pula yang berkata: “Sebelas.” Masih terdapat beberapa pendapat lainnya.

Pendapat terkuat adalah yang menyatakan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih sebanyak sebelas atau tiga belas rakaat. Hal ini berdasarkan riwayat yang tercantum dalam ash-Shahihain, dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha. Pada saat ditanya tentang bagaimana shalat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam pada bulan Ramadhan, ‘Aisyah menjawab :

“Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam tidak pernah menambah pelaksanaan shalat malam melebihi sebelas rakaat, baik pada bulan Ramadhan atau selainnya.”

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘anhuma ia berkata :

“Shalat malam Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Salam sebanyak tiga belas rakaat.” (HR. Al-Bukhari)

Disebutkan dlam al-Muwaththa’, dari as-Sa-ib bin Yazid Radhiallahu ‘anhu ia berkata: “’Umar bin al-Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim ad-Dari untuk mengimami manusia dengan sebelas rakaat.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa’ dan sanadnya termasuk sanand yang paling shahih).


Saudara-saudaraku, tidak selayaknya seseorang tertinggal dari shalat Tarawih, yaitu agar ia bisa mendapatkan pahala dan ganjarannya. Janganlah berpaling hingga imam selesai dari Tarawih dan Witir supaya dapat memperoleh pahala melakukan shalat semalam suntuk. Para wanita boleh mengikuti shalat Tarawih di masjid, selama mereka tidak terkena atau menimbulkan fitnah.

Inilah yang dilakukan oleh Salafus Shalih Rhadiallahu ‘anhum. Meskipun demikian, kaum wanita wajib menutupi diri, berhijab, tidak ber-tabbaruj, tidak memakai wangi-wangian, tidak menyaringkan suara dan tidak menunjukkan perhiasan mereka ketika mendatangi masjid. Setelah imam melakukan salam, seharusnya para wanita tersebut segera meninggalkan masjid dan tidak berlama-lama di dalamnya kecuali mereka memang mempunyai udzur.

Ya Allah, berilah taufik kepada kami sebagaimana Engkau telah memberi taufik kepada orang-orang shalaih sebelum kami. Ampunilah kami, kedua orang tua kami dan seluruh kaum Mukminin dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad beserta seluruh keluarga dan para Sahabatnya.

(Di ringkas dari buku “MAJELIS BULAN RAMADAHAN” )


[1] Lafazh hadits ini mengandung dua kemungkinan. Lahiriyahnya menunjukkan bahwa beliau mengerjakan empat rakaat dengan satu salam. Kemungkinan lainnya adalah beliau melakukan salam setiap dua rakaat, namun setelah empat rakaat beliau berhenti, lalu melanjutkan shalatnya lagi dan melakukan hal yang sama pada empat rakaat berikutnya. Kemungkinan yang kedua ini sesuai dengan hadits ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha yang disebutkan sebelum hadits ini dan juga sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Salam : “Shalat malam itu dua-dua (dua rakaat-dua rakaat).”

No comments:

Post a Comment

Translate